Pada suatu ketika, Sang Buddha
bersemayam di Savatthi, terdapatlah sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu
beserta keempat anak laki-laki mereka. Harta keluarga itu berjumlah sebanyak
delapan ratus ribu keping uang.
Ketika usia anak-anak mereka
sudah dewasa, mereka lalu mengatur perkawinannya dan memberikan kepada
masing-masing anak sejumlah seratus ribu keping uang. Tidak lama kemudian ibu
anak-anak itu meninggal dunia. Anak-anak itu mempunyai pikiran yang sama, yaitu
: “Kalau ayah kawin lagi, maka harta keluarga kita akan dibagi juga kepada
anak-anak dari istri mudanya dan tidak ada lagi yang tersisa untuk kita.
Marilah saudara-saudaraku, kita harus membantu ayah dan menenangkan hatinya.”
Sambil menunggu waktu yang tepat,
mereka lalu melayani ayah mereka dengan menyediakan makanan-makanan yang
enak-enak dan pakaian terbaik. Mereka juga memijati tangan kaki serta
mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga ayah mereka. Setelah mereka merasa,
sekaranglah waktunya yang tepat, mereka lalu berkata : “Ayah, kami berjanji
akan merawat ayah selama hidupmu, berikanlah kekayaan ayah kepada kami.”
Si ayah menyetujui permintaan anak-anaknya itu. Ia lalu membagikan kepada mereka masing-masing seratus ribu keping uang. Sekarang, laki-laki tua itu tidak mempunyai lagi uang yang tersisa untuk dirinya. Semua kekayaan yang dimilikinya telah dibagikan kepada keempat anaknya.
Untuk beberapa hari lamanya, anak
laki-laki yang paling tua merawatnya dengan baik. Sampai suatu hari, ketika
orang tua itu setelah mandi di sungai dan pulang ke rumah anaknya yang paling
tua, menantu perempuannya sambil berdiri di depan pintu gerbang berkata kepada
ayah mertuanya : “Ayah, apakah kamu memberikan kepada anakmu yang paling tua
ini lebih banyak seratus atau seribu keping uang daripada yang kamu berikan
kepada anakmu yang lain ? Kamu hanya memberikan kepada setiap anak dua ratus
ribu keping uang. Apakah kamu tidak tahu jalan ke rumah anak-anakmu yang lain ?”
Orang tua yang mendengar
kata-kata yang kasar dari menantunya menjadi marah dan berkata : “Kamu ini
perempuan jahat, tukang fitnah !”
Ia lalu pergi ke rumah anaknya
yang kedua. Tetapi beberapa hari kemudian ia mengalami hal sama di rumah
anaknya yang kedua. Ia lalu pindah lagi ke rumah anaknya yang ketiga. Tidak
lama kemudian ia pindah lagi ke rumah anaknya yang bungsu, hal yang sama
dialami pula. Pada akhirnya, karena anak-anaknya tidak mau merawatnya lagi, ia
tidak mempunyai lagi tempat untuk berteduh dan meminta makanan dari rumah ke
rumah, ia terlunta-lunta.
Lalu ia menemui Sang Buddha dan
menceritakan semua yang dialaminya. Sang Buddha lalu memberikan nasehat : “Baiklah
saudara, pelajarilah syair ini. Apabila orang-orang sedang berkumpul bersama di
ruangan besar dan anak-anakmu ada diantara kerumunan orang-orang itu,
katakanlah di depan mereka syair ini :
Saya sangat menyayangi anak-anak
saya
Saya amat bahagia ketika mereka
lahir
Tetapi sekarang, karena
dipengaruhi oleh istri mereka
Mereka mengusir saya
Mereka adalah raksasa-raksasa
Yang menjelma menjadi anak-anak
saya
Mereka membuang saya
Di usia saya yang sudah tua ini
Kalau seekor kuda
Sudah menjadi tua
Pemiliknya akan berhenti
Memberinya makan
Hal yang sama juga terjadi
Pada diri saya
Saya harus mengemis makanan
Dari rumah ke rumah orang lain
Tongkat saya lebih berguna
Daripada anak-anak saya
Tongkat ini mengusir kerbau liar
Dan anjing galak
Di kegelapan malam
Tongkat ini selalu berada di
depan saya
Yang menuntun saya untuk
menghindari
Lubang-lubang yang dalam
Dengan bantuan tongkat ini
Saya tidak jatuh ke dalam lubang.
Ketika orang tua itu tiba di
kerumunan orang-orang yang sedang berkumpul dan anak-anaknya juga ada diantara
kerumunan itu, ia lalu mengulang syair yang diajarkan Sang Buddha. Orang-orang
yang mendengar syair itu menjadi marah kepada keempat anak laki-laki dari orang
tua itu.
Mulai sejak itu berlakulah suatu
hukum kemoralan. Apabila seseorang yang telah dirawat oleh ayah dan ibunya dan
ia tidak mau merawat kembali ayah dan ibunya yang sudah tua, maka orang itu
harus mati.
Anak-anak dari orang tua itu
dengan ketakutan segera berlutut di hadapan ayah mereka, memohon ampun
kepadanya, supaya mereka tidak dihukum mati, dengan berkata : “Ayah ampunilah
segala kesalahan kami. Selamatkanlah jiwa kami.”
Orang tua yang mendengar
anak-anaknya memohon ampun atas segala kesalahan mereka, menjadi lemah hatinya,
ia lalu berkata kepada kerumunan orang-orang itu : “Tuan-tuan, jangan bunuh
anak-anak saya ini, mereka sudah berjanji akan merawat saya dengan baik.”
Kerumunan orang-orang itu lalu
berkata kepada keempat anak laki-laki itu : “Tuan-tuan, apabila mulai hari ini
kalian tidak merawat ayah kalian dengan baik, kami akan membunuh kalian.”
Keempat anak laki-laki itu amat
ketakutan, mereka lalu menggendong dan mendudukkan ayahnya di sebuah kursi,
lalu membawanya pulang. Mereka lalu membersihkan tubuh ayahnya, memandikan dan
memberinya bedak dan minyak wangi.
Setelah itu mereka lalu berkata
kepada istri mereka masing-masing : “Mulai sekarang kamu harus selalu merawat
ayahku dengan baik, kalau kamu menolak, aku akan menghukummu.”
Cerita ini mengandung pesan yang
cukup penting, bahwa seorang anak harus merawat orang tuanya yang sudah tua
dengan penuh kasih, seperti orang tua merawat anaknya dengan kasih sayang yang
tidak mengenal batas..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar