[Toko Makmur Sentosa] | [tutup]
PASAR HOLISTIK: Renungan diri

Kamis, 01 Agustus 2013

Renungan diri

Suatu saat sebuah benih dengan tekad yang kuat terus berusaha untuk menembus kehidupan dan berusaha agar bisa menjelma di dunia sana. Setelah berjuang sendirian dengan sekuat tenaga dan kemampuannya, akhirnya berhasil juga, setelah berproses sekian lama dan kemudian terlahirlah seorang bayi mungil.
Bayi yang lemah dan baru lahir ini, hanya bisa tergolek lemah tanpa daya, yang bisa dilakukan hanyalah menendang-nendang, atau menangis dengan keras tanpa daya, dengan dibantu oleh orang tuanya, bayi ini terus bertumbuh menjadi anak kecil yang mulai bisa merangkak, merambat dan akhirnya bisa berjalan dengan tertatih-tatih dengan bantuan orang tuanya, sampai usia sekian tahun segala sesuatu yang dilakukan yang berhubungan dengan urusan makan minum sampai buang air, semuanya harus dibantu orang tuanya, karena si bocah ini masih terus belajar dan berkembang menjadi lebih mandiri.
Setelah sekian tahun kemudian, si bocah sudah lebih dewasa, sudah bisa melakukan segala hal yang berkaitan dengan kelangsungan hidup dengan sendirinya, tetapi masih terus dengan pengawasan orang tuanya, karena kadang bisa saja masih salah dalam melakukan sesuatu hal, karena dia juga masih terus belajar menjalani kehidupan di dunia ini.

Sesaat kemudian waktu terus berlalu dan si bocah pun tumbuh semakin dewasa, menjadi seorang remaja, dimana dia mulai mengenali dunia sekeliling yang penuh warna, sekaligus juga semakin banyak keinginan-keinginan duniawinya, apalagi saat dia mulai mengenal lawan jenisnya, semakin banyak keinginan dan khayalan tentang kehidupan selanjutnya.
Sesaat setelah mengenal lawan jenisnya, dia pun mulai menikmati kebahagiaan saat-saat berpacaran, saat-saat berduaan dengan lawan jenisnya, mulai berangan-angan untuk masa depannya, mau begini, mau begitu, tetapi seiring  berjalannya waktu, ternyata dia menemukan dan menyadari ternyata lawan jenis yang disukainya begitu banyak perbedaan dengan dirinya, dan akhirnya hubungan itupun putus dan berakhir dengan kepedihan karena harus berpisah dengan orang yang selama ini dikiranya akan bisa hidup bersamanya selamanya.
Tetapi begitu melihat warna dunia yang lain, dengan cepatnya kepedihan itu tergantikan dengan yang lainnya, dan mulainya kehidupan yang baru, masa berkeluarga, diapun kemudian berusaha lebih keras untuk mengejar, mengumpulkan dan menikmati benda-benda materi untuk kemudahan hidupnya dan keluarganya. Dan persoalan-persoalan hidup pun mulai datang silih berganti dan terus menjadi beban pikiran.
Terus menerus begitu, berlari mengejar kehidupan dan kenikmatan duniawi, pada saat-saat tertentu dia merasa letih juga merenungi kehidupannya selama ini, tetapi karena ada tanggung jawab keluarga yang harus dipenuhinya maka dia menepis semuanya itu dan kembali berlari mengejar, mengumpulkan dan menikmati kehidupan duniawinya. Sementara persoalan hidupnya pun semakin bertambah dan mulai menimbulkan rasa stres dan depresi.
Setelah bertahun-tahun dengan kehidupan yang serba cepat diapun mulai merasakan keletihan dan kejenuhan dengan semua pengejaran dan beban persoalan-persoalan hidup ini, hidup berkeluarga, punya anak cucu, mengumpulkan harta benda untuk kenikmatan hidup dan segala hal-hal lain yang bersifat duniawi, diapun mulai merenungkan kehidupannya selama ini, sebenarnya apa tujuan hidupnya, dengan segala kenikmatan yang telah dia peroleh dan nikmati selama ini apakah membuatnya merasa bahagia dan tentram ?
Ternyata semuanya hanya membawa kebahagiaan yang sesaat saja, saat dia melihat orang tuanya yang sudah semakin tua, dia melihatnya seperti saat dia masih kecil dulu, dimana segala sesuatu yang berkaitan dengan kelangsungan hidupnya masih perlu dibantu orang tuanya, sekarang orang tuanya yang sudah semakin renta pun menjadi seperti anak kecil lagi, yang perlu bimbingan, perhatian dan perawatan dengan kasih sayang seperti saat dia kecil dulu.
Melihat fenomena ini, diapun merenungkan kehidupan ini, sebenarnya apa yang kita cari dalam kehidupan ini, apakah harta benda yang melimpah ? Keluarga yang bahagia ? Melihat keturunan kita menjadi makmur ? Atau apa ?
Dalam renungannya yang semakin dalam diapun mulai kembali kepada ajaran agama yang dianutnya selama ini, dan mulai menekuni dan mempraktekkan ajaran agamanya yang selama ini sering terlupakan karena harus mengejar kehidupan keduniawiannya. Dalam perenungannya yang semakin dalam, dia menyadari bahwa semuanya yang selama ini dia yakini akan kekal, ternyata hanya bersifat sementara dan tidak kekal adanya, segala sesuatu yang ada di dunia ini hanya bisa dinikmati selama kita masih hidup. Saat kita sakitpun, segala kenikmatan yang kita rasakan pun tidak akan seindah saat kita sehat, dan apalagi saat kita harus meninggalkan kehidupan ini, saat itu tidak ada sesuatu apapun di dunia ini yang bisa kita bawa sebagai bekal, bahkan tubuh ini yang sudah kita rawat selama inipun harus kita tinggalkan, yang menjadi ‘teman’ dan ‘bekal’ kita di kehidupan selanjutnya hanyalah amal perbuatan baik dan buruk yang telah kita lakukan selama hidup di dunia ini.

Ah,.. ternyata betapa fana dan tidak kekalnya kehidupan ini, semua pengejaran dan pengumpulan harta benda duniawi serta kenikmatan duniawi hanya sementara dan hanya bisa kita nikmati saat kita hidup didunia ini dan masih sehat. Marilah kita renungkan kehidupan yang fana ini, dan mulailah mengumpulkan “bekal” untuk kehidupan selanjutnya, bukan hanya sekedar mengumpulkan bekal harta benda duniawi..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar