Suatu saat sebuah benih dengan tekad yang kuat terus berusaha
untuk menembus kehidupan dan berusaha agar bisa menjelma di dunia sana. Setelah
berjuang sendirian dengan sekuat tenaga dan kemampuannya, akhirnya berhasil
juga, setelah berproses sekian lama dan kemudian terlahirlah seorang bayi
mungil.
Bayi yang lemah dan baru lahir ini, hanya bisa tergolek lemah
tanpa daya, yang bisa dilakukan hanyalah menendang-nendang, atau menangis dengan
keras tanpa daya, dengan dibantu oleh orang tuanya, bayi ini terus bertumbuh
menjadi anak kecil yang mulai bisa merangkak, merambat dan akhirnya bisa
berjalan dengan tertatih-tatih dengan bantuan orang tuanya, sampai usia sekian
tahun segala sesuatu yang dilakukan yang berhubungan dengan urusan makan minum
sampai buang air, semuanya harus dibantu orang tuanya, karena si bocah ini
masih terus belajar dan berkembang menjadi lebih mandiri.
Setelah sekian tahun kemudian, si bocah sudah lebih dewasa,
sudah bisa melakukan segala hal yang berkaitan dengan kelangsungan hidup dengan
sendirinya, tetapi masih terus dengan pengawasan orang tuanya, karena kadang
bisa saja masih salah dalam melakukan sesuatu hal, karena dia juga masih terus
belajar menjalani kehidupan di dunia ini.
Sesaat kemudian waktu terus berlalu dan si bocah pun tumbuh semakin dewasa, menjadi seorang remaja, dimana dia mulai mengenali dunia sekeliling yang penuh warna, sekaligus juga semakin banyak keinginan-keinginan duniawinya, apalagi saat dia mulai mengenal lawan jenisnya, semakin banyak keinginan dan khayalan tentang kehidupan selanjutnya.
Sesaat setelah mengenal lawan jenisnya, dia pun mulai
menikmati kebahagiaan saat-saat berpacaran, saat-saat berduaan dengan lawan
jenisnya, mulai berangan-angan untuk masa depannya, mau begini, mau begitu,
tetapi seiring berjalannya waktu,
ternyata dia menemukan dan menyadari ternyata lawan jenis yang disukainya
begitu banyak perbedaan dengan dirinya, dan akhirnya hubungan itupun putus dan
berakhir dengan kepedihan karena harus berpisah dengan orang yang selama ini dikiranya
akan bisa hidup bersamanya selamanya.
Tetapi begitu melihat warna dunia yang lain, dengan cepatnya
kepedihan itu tergantikan dengan yang lainnya, dan mulainya kehidupan yang
baru, masa berkeluarga, diapun kemudian berusaha lebih keras untuk mengejar,
mengumpulkan dan menikmati benda-benda materi untuk kemudahan hidupnya dan
keluarganya. Dan persoalan-persoalan hidup pun mulai datang silih berganti dan
terus menjadi beban pikiran.
Terus menerus begitu, berlari mengejar kehidupan dan
kenikmatan duniawi, pada saat-saat tertentu dia merasa letih juga merenungi
kehidupannya selama ini, tetapi karena ada tanggung jawab keluarga yang harus
dipenuhinya maka dia menepis semuanya itu dan kembali berlari mengejar,
mengumpulkan dan menikmati kehidupan duniawinya. Sementara persoalan hidupnya
pun semakin bertambah dan mulai menimbulkan rasa stres dan depresi.
Setelah bertahun-tahun dengan kehidupan yang serba cepat
diapun mulai merasakan keletihan dan kejenuhan dengan semua pengejaran dan beban
persoalan-persoalan hidup ini, hidup berkeluarga, punya anak cucu, mengumpulkan
harta benda untuk kenikmatan hidup dan segala hal-hal lain yang bersifat
duniawi, diapun mulai merenungkan kehidupannya selama ini, sebenarnya apa
tujuan hidupnya, dengan segala kenikmatan yang telah dia peroleh dan nikmati
selama ini apakah membuatnya merasa bahagia dan tentram ?
Ternyata semuanya hanya membawa kebahagiaan yang sesaat saja,
saat dia melihat orang tuanya yang sudah semakin tua, dia melihatnya seperti saat
dia masih kecil dulu, dimana segala sesuatu yang berkaitan dengan kelangsungan
hidupnya masih perlu dibantu orang tuanya, sekarang orang tuanya yang sudah
semakin renta pun menjadi seperti anak kecil lagi, yang perlu bimbingan,
perhatian dan perawatan dengan kasih sayang seperti saat dia kecil dulu.
Melihat fenomena ini, diapun merenungkan kehidupan ini,
sebenarnya apa yang kita cari dalam kehidupan ini, apakah harta benda yang
melimpah ? Keluarga yang bahagia ? Melihat keturunan kita menjadi makmur ? Atau
apa ?
Dalam renungannya yang semakin dalam diapun mulai kembali
kepada ajaran agama yang dianutnya selama ini, dan mulai menekuni dan
mempraktekkan ajaran agamanya yang selama ini sering terlupakan karena harus
mengejar kehidupan keduniawiannya. Dalam perenungannya yang semakin dalam, dia
menyadari bahwa semuanya yang selama ini dia yakini akan kekal, ternyata hanya
bersifat sementara dan tidak kekal adanya, segala sesuatu yang ada di dunia ini
hanya bisa dinikmati selama kita masih hidup. Saat kita sakitpun, segala
kenikmatan yang kita rasakan pun tidak akan seindah saat kita sehat, dan
apalagi saat kita harus meninggalkan kehidupan ini, saat itu tidak ada sesuatu
apapun di dunia ini yang bisa kita bawa sebagai bekal, bahkan tubuh ini yang
sudah kita rawat selama inipun harus kita tinggalkan, yang menjadi ‘teman’ dan ‘bekal’
kita di kehidupan selanjutnya hanyalah amal perbuatan baik dan buruk yang telah
kita lakukan selama hidup di dunia ini.
Ah,.. ternyata betapa fana dan tidak kekalnya kehidupan ini, semua
pengejaran dan pengumpulan harta benda duniawi serta kenikmatan duniawi hanya
sementara dan hanya bisa kita nikmati saat kita hidup didunia ini dan masih
sehat. Marilah kita renungkan kehidupan yang fana ini, dan mulailah
mengumpulkan “bekal” untuk kehidupan selanjutnya, bukan hanya sekedar
mengumpulkan bekal harta benda duniawi..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar