Orang yang marah
membuka mulutnya dan menutup matanya
Seorang janda kaya aristokrat, yang
terkenal murah hati di tengah masyarakat, memiliki seorang pembantu rumah
tangga yang rajin dan setia. Satu hari, didorong oleh rasa ingin tahu, pembantu
ini memberanikan diri menguji majikannya. Ia ingin tahu apakah majikannya
sungguh-sungguh baik hati, atau sekedar berpura-pura di depan kerumunan kaum
kelas atas.
Keesokan harinya, ia bangun siang
hari. Majikannya menegurnya karena terlambat. Hari berikutnya, pembantu itu
bangun terlambat lagi. Kali ini nyonya rumah itu memarahi dan memukulnya dengan
tongkat. Kabar ini segera terhembus dari satu tetangga ke tetangga yang lain.
Janda kaya itu kehilangan tidak hanya nama baiknya namun juga pembantunya yang
setia.
Seperti juga dalam masyarakat masa
kini, orang menjadi baik dan rendah hati jika keadaan di sekeliling mereka baik
dan memuaskan. Jika keadaan berubah menjadi tidak menyenangkan, mereka marah
dan tersinggung. Ingat pepatah, “Kala
yang lain baik, kita juga bisa baik. Kala yang lain bejat, kita gampang menjadi
bejat juga.”
Kemarahan adalah emosi yang tidak
baik dan merusak. Setiap orang bisa marah dalam satu dan lain bentuk dalam
kehidupan sehari-hari. Kemarahan adalah emosi negatif yang tersembunyi di dalam
kita, menunggu saat yang tepat untuk membakar dan menguasai kehidupan.
Kemarahan bisa diumpamakan dengan
kilatan cahaya yang menyilaukan sejenak dan menyebabkan kita bertingkah yang
tidak masuk akal. Kemarahan yang tidak terkendali bisa membawa kehancuran pada
fisik maupun mental. Seperti emosi-emosi yang lain, kemarahan juga bisa
dikuasai.
Kemarahan tumbuh semakin berkobar jika disiram minyak emosi, terutama jika keserakahan berada di balik emosi itu. Di saat-saat kemarahan menguasai, manusia berhenti menjadi manusia: ia berubah menjadi binatang buas yang tidak hanya memiliki kecenderungan untuk merusak orang lain, tapi juga bisa menghancurkan diri sendiri. Kemarahan bisa menlenyapkan reputasi, pekerjaan, kawan, kekasih, kedamaian pikiran, kesehatan, bahkan diri sendiri.
Cara terbaik untuk mengendalikan
kemarahan adalah dengan berlaku seolah-olah pikiran-pikiran yang tidak
diinginkan tidak muncul dalam pikiran. Dengan menggunakan kekuatan tekad, kita
memusatkan pikiran pada sesuatu yang bermanfaat dan dengan cara inilah
emosi-emosi negatif dikalahkan. Tidak gampang memang untuk bersikap damai pada
orang yang menghina kita.
Meskipun fisik tidak disakiti, ego
terasa direndahkan, sehingga ada keinginan untuk menyerang balik. Sungguh tidak
mudah untuk membalas hinaan dengan rasa menghargai dan memaklumi. Namun ujian
pada karakter seseorang justru dilihat dari sikapnya menghadapi situasi yang
memojokkan dalam kehidupan sehari-hari. Sejak kecil juga sudah dapat dilihat
bahwa kita suka membalas dendam demi kepuasan diri sendiri.
Ada orang yang seperti aksara terukir
di atas batu; mereka cepat menyerah pada kemarahan dan menyimpan kemarahan itu
dalam hati untuk waktu yang lama. Ada juga orang yang seperti goresan surat di
pasir; mereka marah juga, namun kemarahan itu cepat berlalu. Orang yang lain
seperti huruf yang ditulis di permukaan air; mereka tidak menyisakan goresan
huruf yang datang. Tapi orang yang sempurna seperti surat ditulis di angin;
mereka membiarkan hal-hal yang menyakiti dan menghina tak teracuhkan; pikiran
mereka selalu murni tak terusik.
Tidak semua orang menggunakan metode
yang sama untuk mengatasi kemarahannya. Salah satu cara yang efektif adalah
menerapkan metode ‘mengulur waktu’. Thomas Jefferson meringkas metode ini dalam
kata-katanya. “Jika marah, hitung sampai sepuluh sebelum melepaskan kata-kata.
Jika sangat marah, hitunglah sampai seratus.”
Salah satu resep untuk mengembangkan
pengendalian watak yang lebih baik adalah dengan mengulang-ulang di dalam hati
kata-kata di bawah ini setiap hari.
“Saya
mampu mengendalikan kemarahan, saya mampu mengatasi gangguan, saya akan tetap
sejuk dan tak akan terbakar, saya akan kokoh seperti karang, tak goyah oleh
kemarahan, saya berani dan penuh dengan harapan.”
Disadur dari : How to live without fear and worry, by K. Sri
Dhammananda.
thanks gan atas infonya!!!
BalasHapus